1. STRATEGI PEMBANGUNAN
Masalah pembangunan daerah dalam perspektif nasional yang utama adalah
bagaimana mengurangi kesenjangan antar wilayah. Implisit di dalamnya adalah
pengertian untuk membangun daerah-daerah yang masih relatif tertinggal.
Strategi pembangunan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah pada dasarnya
diarahkan untuk
(1) mendorong pertumbuhan
wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga
momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera;
(2) meningkatkan keterkaitan
antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung
perekonomian domestik; dan (3) meningkatkan daya saing daerah melalui
pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah,
(4) Mendorong percepatan pembangunan
daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan,
kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana; serta
(5) Mendorong pengembangan wilayah
laut dan sektor-sektor kelautan.
Strategi dan arah kebijakan pengembangan di tiap wilayah mengacu pada strategi
dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan wilayah darat melalui Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan perencanaan wilayah laut melalui
Arah Pengembangan Wilayah Laut.
Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden RI, strategi pembangunan juga mengacu
pada paradigma Pembangunan untuk Semua (Development for All). Paradigma ini
bertumpu pada 6 (enam) strategi dan arah kebijakan, yaitu :
-Pertama, strategi pembangunan inklusif yang mengutamakan
keadilan, keseimbangan dan pemerataan. Semua pihak harus dan ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan melalui penciptaan iklim kerja untuk
meningkatkan harkat hidup keluar dari kemiskinan. Seluruh kelompok masyarakat
harus dapat merasakan dan menikmati hasil-hasil pembangunan terutama masyarakat
yang tinggal di kawasan perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, daerah
tertinggal dan daerah pulau terdepan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi harus
dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri; serta Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal,
Kawasan Perbatasan, Pulau Terdepan dan daerah pasca konflik dan pasca bencana
merupakan program yang diarahkan langsung untuk mendorong pembangunan yang
lebih inklusif.
-Kedua, strategi
pembangunan berdimensi kewilayahan. Strategi pembangunan wilayah
mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam, jaringan
infrastruktur, kekuatan sosial budaya dan kapasitas sumber daya manusia
menyebabkan yang tidak sama untuk setiap wilayah. Strategi pembangunan wilayah
juga memperhitungkan basis daratan dan basis kepulauan atau maritim sebagai
satu kesatuan ruang yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu, strategi
pembangunan berdimesni kewilayahan memperhatikan tata ruang wilayah Pulau
Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa
Tenggara, Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Dengan strategi ini, kebijakan
pembangunan diarahkan untuk mengoptimalkan potensi dan keunggulan daerah dan
membangun keterkaitan antarwilayah yang solid termasuk mempercepat pembangunan
pembangkit dan jaringan listrik, penyediaan air bersih, serta pengembangan jaringan
transportasi (darat, laut dan udara) dan jaringan komunikasi untuk memperlancar
arus barang dan jasa, penduduk, modal dan informasi antarwilayah.
-Ketiga, strategi
pembangunan yang mendorong integrasi sosial dan ekonomi antarwilayah secara
baik. Dalam hal ini perhatian terhadap pengembangan pulau-pulau besar, kecil
dan terdepan harus dilakukan dengan memperhatikan poteni daerah sebagai modal
dasar yang dikelola secara terintegrasi dalam kerangka geoekonomi nasional yang
solid dan kuat. Dengan kesatuan ekonomi nasional yang kuat untuk lima tahun
mendatang, maka posisi tawar Indonesia dalam globalisasi percaturan
perekonomian dunia, secara geo-ekonomi berada pada posisi yang lebih kuat, dan
lebih berdaya saing. Kebijakan untuk memperkuat integrasi sosial dan ekonomi
antarwilayah diarahkan pada pengembangan pusat-pusat produksi dan pusat-pusat
perdagangan di seluruh wilayah terutama di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua.
-Keempat, strategi
pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting dan
mendesak sebagai upaya memperkuat daya saing perekonomian nasional. Para
gubernur, bupati dan walikota mempunyai kewenangan yang luas dan peran dominan
dalam pengembangan ekonomi lokal. Peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam
mendorong pembangunan daerah pada intinya mempunyai arah sebagai berikut:
(1) menciptakan
suasana atau iklim usaha yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang;
(2) meningkatkan
akses masyarakat terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,
teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar;
(3) mencegah
terjadinya persaingan yang tidak seimbang, dan menciptakan kebersamaan dan
kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang;
(4) memperkuat
kerjasama antardaerah; dan
(5) membentuk
jaring ekonomi yang berbasis pada kapasitas lokal dengan mengkaitkan peluang
pasar yang ada di tingkat lokal, regional dan internasional;
(6) mendorong
kegiatan ekonomi bertumpu pada kelompok, termasuk pembangunan prasarana
berbasis komunitas; dan
(7) memperkuat
keterkaitan produksi-pemasaran dan jaringan kerja usaha kecil-menengah dan
besar yang mengutamakan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah.
-Kelima, strategi
pembangunan disertai pemerataan (growth with equity) yang bertumpu pada
keserasaian pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dalam menciptakan kesempatan kerja
(pro-jobs) dan mengurangi kemiskinan (pro-poor) yang tetap berdasarkan
kelestarian alam (pro-environment). Kebijakan pembangunan diarahkan untuk
memperkuat keterkaitan antarwilayah (domestic interconnectivity), membangun dan
memperkuat rantai industri hulu hilir produk unggulan berbasis sumber daya
lokal, mengembangkan pusat-pusat produksi dan perdagangan baik di Jawa-Bali
maupun di luar wilayah Jawa Bali yang didukung dengan penyediaan prasarana dan
sarana, peningkatan SDM, pusat-pusat penelitian, pembangkit listrik dan
penyediaan air bersih; serta perbaikan pelayanan sesuai standar pelayanan
minimal. Sejalan dengan arah kebijakan ini, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) merupakan salah satu dorong untuk menciptakan dan membangun pusat-pusat
pertumbuhan dan perdagangan di seluruh wilayah.
-Keenam, strategi
pengembangan kualitas manusia. Orientasi pembangunan adalah peningkatan
kualitas manusia (the quality life of the people) sebagai bagian dari
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat terutama pangan,
pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air bersih, perumahan,
sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan. Oleh sebab itu, kebijakan
pembangunan akan diarahkan pada peningkatan akses dan mutu layanan dasar
termasuk pangan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, sanitasi dan air
bersih, perumahan, sumber daya alam dan lingkungan, dan jaminan keamanan
terutama bagi masyarakat yang berada di daerah perdesaan, kawasan perbatasan,
pulau-pula terluar dan daerah pasca konflik dan pasca bencana. Dengan
meningkatnya kualitas manusia, kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat dan
membaik secara merata di seluruh wilayah.
Pengembangan Pulau-pulau Besar
Kebijakan pengembangan wilayah diarahkan untuk mendorong percepatan pembangunan
wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dengan tetap
mempertahankan momentum pembangunan di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera.
Pembangunan wilayah Sumatera diarahkan untuk menjadi pusat produksi dan
industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan;
lumbung energi nasional, pusat perdagangan dan pariwsata sehingga wilayah
Sumatera menjadi salah satu wilayah utama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pembangunan wilayah Jawa-Bali diarahkan untuk tetap mempertahankan fungsi
lumbung pangan nasional, mengembangkan industri pengolahan secara terkendali
dan memperkuat interaksi perdagangan, serta meningkatkan mutu pelayanan jasa dan
pariwisata bertaraf internasional sebagai wilayah utama dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN, dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kaidah
pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan wilayah Kalimantan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan
nilai tambah perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil hutan;
serta meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan dan berfungsi sebagai
lumbung energi nasional dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan
kaidah pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan wilayah Sulawesi diarahkan untuk menjadi salah satu lumbung pangan
nasional dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pertanian tanaman
pangan, perkebunan dan perikanan; mengembangkan bioenergi; serta meningkatkan
dan memperluas perdagangan, jasa dan pariwisata bertaraf intenasional.
Pembangunan wilayah Kepulauan Nusa Tenggara diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan
memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan wilayah Maluku diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai
tambah perkebunan, peternakan dan perikanan dengan memperhatikan keterkaitan
wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan wilayah Papua diarahkan untuk untuk meningkatkan mutu sumber daya
manusia; produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan dan perikanan
dengan memperhatikan keterkaitan wilayah-wilayah pulau.
Pembangunan Wilayah Laut
Dengan mempertimbangkan sektor unggulan dan potensi keterkaitan depan dan
belakang dengan sektor-sektor lain, wilayah laut yang dapat dikembangkan
meliputi: (1) wilayah pengembangan kelautan Sumatera, (2) wilayah pengembangan
kelautan Malaka, (3) wilayah pengembangan kelautan Sunda, (4) wilayah
pengembangan kelautan Jawa, (5) wilayah pengembangan kelautan Natuna, (6)
wilayah pengembangan kelautan Makassar-Buton, (7) wilayah pengembangan kelautan
Banda-Maluku, (8) wilayah pengembangan kelautan Sawu, dan (9) wilayah
pengembangan kelautan Papua-Sulawesi. Dari sepuluh wilayah pengembangan kelautan
tersebut, dengan memperhatikan fungsi strategisnya dalam penguatan keterkaitan
antarwilayah maka dipilih lima wilayah prioritas pengembangan untuk periode
2010-2014 yaitu Wilayah Pengembangan Kelautan Sumatera, Malaka, Jawa,
Makassar-Buton, dan Banda-Maluku.
Pengembangan Kawasan Strategis, Daerah Tertinggal, Perbatasan, Pembangunan
perkotaan, Perdesaan, Pertanahan, Tata Ruang.
Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan wilayah, kebijakan pembangunan
wilayah diarahkan untuk: (1) pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh,
(2) pengembangan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, dan rawan bencana, (3)
pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan, dan (4) penataan dan pengelolaan
pertanahan. Strategi yang diterapkan adalah:
1) Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis
dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan daerah-daerah tertinggal di
sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis dengan
mengutamakan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi.
2) Meningkatkan pengembangan daerah-daerah tertinggal dan terpencil agar dapat
tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan
pembangunannya dengan daerah lain.
3) Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengutamakan kebijakan
pembangunan yang berorientasi ke luar sehingga menjadi pintu gerbang dalam
hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
4) Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan, besar,
menengah, dan kecil dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional
dengan tujuan mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali
seperti yang terjadi di wilayah pantani utara Jawa, serta mengendalikan arus
migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan melalui
penciptaan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan
kecil, terutama di luar Pulau Jawa.
5) Mempercepat pembangunan kota-kota kecil dan menengah terutama di luar Pulau
Jawa agar dapat berfungsi sebagai pusat layanan bagi masyarakat kota tersebut
dan sebagai motor penggerak pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya.
6) Mendorong keterkaitan ekonomi wilayah perkotaan dan perdesaan dalam suatu
sistem wilayah pengembangan ekonomi.
7) Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif, serta
melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan
prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi.
8) Mendorong perencanaan wilayah yang peduli/peka terhadap bencana alam terutama
dengan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia yang berada di wilayah
pertemuan tiga lempeng tektonik yang rawan bencana alam.
2.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRATEGI PEMBANGUNAN
Secara sederhana, pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai upaya melakukan
perubahan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai oleh membaiknya
faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu :
kesempatan kerja
investasi
teknologi yang dipergunakan dalam proses produksi.
Lebih lanjut, wujud dari membaiknya ekonomi suatu wilayah diperlihatkan
dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat, investasi swasta, investasi
publik, ekspor dan impor yang dihasilkan oleh suatu negara.
Secara mudah, perekonomian wilayah yang meningkat dapat diindikasikan dengan
meningkatnya pergerakan barang dan masyarakat antar wilayah. Dalam
konteks tersebut, pembangunan ekonomi merupakan pembangunan yang a-spasial,
yang berarti bahwa pembangunan ekonomi memandang wilayah nasional tersebut
sebagai satu “entity”. Meningkatnya kinerja ekonomi nasional sering
diterjemahkan dengan meningkatnya kinerja ekonomi seluruh wilayah/daerah. Hal
ini memberikan pengertian yang “bias”, karena hanya beberapa wilayah/daerah
yang dapat berkembang seperti nasional dan banyak daerah yang tidak dapat berlaku
seperti wilayah nasional.
Wilayah Indonesia terdiri dari 33 propinsi dengan 400an kabupaten/kota yang
secara social ekonomi dan budaya sangat beragam. Keberagaman ini memberikan
perbedaan dalam karakteristik faktor-faktor produksi yang dimiliki. Seringkali
kebijakan nasional pembangunan ekonomi yang disepakati sulit mencapai tujuan
dan sasaran yang diharapkan pada semua daerah-daerah yang memiliki
karakteristik sangat berbeda. Contoh, kebijakan nasional untuk industrialisasi,
di daerah yang berkarateristik wilayah kepulauan dan laut diantisipasi dengan
pembangunan industri perikanan, sedangkan daerah yang berkarakteristik darat
dikembangkan melalui pembangunan kawasan industri, serta daerah yang tertinggal
merencanakan pembangunan industri tetapi sulit merealisasikannya akibat
rendahnya SDM, SDA, dan infrastruktur yang dibutuhkan oleh pengembangan
Industri.
Tantangan pembangunan Indonesia ke depan yaitu :
1. otonomi daerah, berarti telah terjadi penguatan yang
nyata dan legal terhadap kabupaten/kota dalam menetapkan arah dan target
pembangunannya sendiri.
2. pergeseran orientasi pembangunan sebagai negara maritim, wilayah
kelautan dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi
pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar
ekonomi nasional
3. ancaman dan sekaligus peluang globalisasi, hilangnya
batas-batas negara dalam suatu proses ekonomi global. Proses ekonomi global
cenderung melibatkan banyak negara sesuai dengan keunggulan kompetitifnya
seperti sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur, penguasaan
teknologi, inovasi proses
produksi dan produk, kebijakan pemerintah, keamanan, ketersediaan modal,
jaringan bisnis global, kemampuan dalam pemasaran dan distribusi global.
4. kondisi objektif akibat krisis ekonomi. Jatuhnya kinerja
makro
ekonomi menjadi –13% dan kurs rupiah yang terkontraksi sebesar 5-6 kali lipat
dan multi dimensi yang dialami Indonesia telah menyebabkan tingginya angka
penduduk miskin.
3. STRATEGI PEMBANGUNAN
EKONOMI INDONESIA
Pembangunan ekonomi yang tak merata
Upaya pembangunan dan perkuatan
kapasitas organisasi sangat penting dalam upaya menjadikan Kadin dan Asosiasi
sebagai lembaga yang efektif dalam rangka meningkatkan perekonomian melalui
pembinaan bagi dunia usaha sesuai amanah UU No 1/1987.
3. Program Aksi
Jangka Pendek (satu tahun atau
kurang)
•
Peningkatan jumlah kerja sama Kadin
Daerah di bidang ekonomi dengan Pemerintah Daerah dan dukungan terhadap
keanggotaan mencapai 30% dari jumlah Kadin Provinsi yang ada; Kadin Indonesia:
Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014 36
•
Peningkatan jumlah anggota biasa
Kadin (perusahaan) 10% tiap tahunnya yang didukung dengan kemudahan pelaksanaan
pendaftaran dan pengelolaan data melalui pendaftaran online;
•
Perbaikan jaringan kerja
(networking) antar pengusaha daerah dalam rangka membentuk mekanisme koordinasi
dan komunikasi yang rutin antar wilayah di Kadin untuk sinergi pembangunan
daerah
Jangka Menengah (1‐5
tahun)
•
Peningkatan keterlibatan pengusaha
daerah dalam proyek‐proyek
investasi di daerah, paling tidak sampai 20 persen dari existing value;
•
Peningkatan peran usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM) daerah dalam konteks pembiayaan dan pendampingan usaha,
misalnya melalui pembentukan sentra pembinaan UMKM daerah melalui program satu
desa satu produk (OVOP)
•
Perbaikan distribusi informasi dan
komunikasi bisnis lintas sektoral antar wilayah. Teruwujudnya mekanisme
koordinasi antar wilayah pada tahun 2010 dan pada 2014 setiap provinsi
mengikuti program satu desa satu produk (OVOP)
•
Mendorong terbitnya keputusan
Pemerintah yang lebih mengakui eksistensi Kadin sehingga dapat dioperasionalkan
di tingkat daerah khususnya dibidang kerjasama ekonomi & keanggotaan Kadin,
•
Mendorong revisi Keputusan Presiden
Nomor 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa, agar memberikan peran
lebih besar kepada Kadin.
Jangka Panjang (di atas 5 tahun)
•
Mendorong terjadinya reformasi
birokrasi di daerah, dalam kerangka pelaksanaan Good Corporate Governance,
misalnya dengan sistem E‐Government
untuk meningkatkan transparasi kebijakan dan mempermudah pelayanan publik;
•
Mengambil inisiatif untuk
mengusulkan penyederhanaan dan prosedur kredit perbankan, serta memperpendek
rantai birokrasi perbankan;
•
Mengambil inisiatif untuk merevisi
Undang‐Undang
Perbankan, Dana 40% yang terkumpul dari pihak ketiga di daerah wajib di
salurkan ke pengusaha daerah.
•
Mengajak pemerintahan daerah
(eksehutif dan legislatif) untuk memperjelas rencana tata ruang dalam rangka
menjamin usaha (investasi) di daerah, menyelesaikan tumpang‐tindih
kejelasan peruntukan, serta tata‐ruang
daerah/wilayan dan tata ruang nasional, sebagaimana diamanatkan oleh UU 26/2007
tentang Tata Ruang.
4. Road Map 2009‐2014
Peranan Kadin sebagai induk
organisasi dunia usaha Indonesia perlu ditingkatkan melalui:
•
Perubahan AD/ART yang disahkan oleh
Keppres dan memberikan pengaturan organisasi yang lebih baik
•
Pendelegasian sebagian kewenangan
perijinan kepada Kadin untuk memudahkan investasi dan ijin usaha
•
Pemberian ijin investasi dan ijin
usaha harus mendapatkan rekomendasi dari Kadin sesuai tingkatannya
•
Kewenangan pemberian referensi
rekomendasi usaha kepada Kadin Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2009 – 2014 37
•
Penyediaan dan peningkatan
infrastruktur di daerah, misalnya otimalisasi infrastruktur yang ada melalui
pendampingan dan asistensi Kadin Indonesia
•
Peningkatan kemampuan infrastruktur,
khususnya di Kadin Povinsi yang memiliki nilai dibawah ambang batas minimial
infrastruktur sebuah Kadin Provinsi
Reformasi
Reformasi yang bergulir
sejak Mei 1998 telah mendorong perubahan pada hampir seluruh sendi-sendi
kehidupan bangsa Indonesia. Elemen-elemen utama dalam reformasi tersebut adalah
demokratisasi, desentralisasi, dan pemerintahan yang bersih. Ketiga elemen
utama reformasi tersebut telah mendorong terciptanya tatanan baru hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, dan penciptaan transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan-kebijakan
pembangunan. Selain itu, amendemen UUD 1945 mengamanatkan bahwa Presiden dan
Wakil Presiden serta kepala daerah dipilih langsung oleh rakya;, dan
diisyaratkan pula tidak akan ada lagi GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)
sebagai arahan bagi Pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan. Reformasi
ini selanjutnya telah menuntut perlunya pembaharuan dalam sistem perencanaan
pembangunan dan pengelolaan keuangan negara secara nasional. Pemerintah bersama
Dewan Perwakilan Rakyat telah merespon tuntutan perubahan ini dengan menetapkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, dan kini telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No. 39 dan No. 40 Tahun 2006. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat
mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai
pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yangoptimal dalam mewujudkan
tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
>>>>>Masih Perlukah
Perencanaan Pembangunan ?
Pembangunan perekonomian yang
direncanakan (diharapkan merata)
Pertanyaan awal yang muncul setelah
bergulirnya reformasi sejak tahun 1998, serta lebih-lebih lagi adanya
liberalisasi perdagangan dan globalisasi pasar adalah: apakah bangsa Indonesia
masih memerlukan perencanaan pembangunan? Tidakkah proses perubahan sosial dan
upaya peningkatan kesejahteraan bangsa dapat diserahkan saja kepada mekanisme
pasar?
Fakta menunjukkan bahwa di
negara-negara maju dan penganut mekanisme pasar sekalipun, peranan dan
intervensi Pemerintah masih tetap ada dan dibutuhkan untuk kepentingan publik
melalui kebijakan-kebijakan makro dan mikro ekonomi antara lain melalui
kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter, dan peran regulatori lainnya.
Tingkat kemajuan perekonomian
Indonesia yang masih tergolong sebagai negara yang sedang membangun (developing
country), terlebih-lebih lagi setelah didera krisis moneter yang berkembang
menjadi krisis multi dimensi (ekonomi, sosial, politik), tetap menuntut campur
tangan pemerintah secara lebih besar untuk pemulihan dan menggerakkan kegiatan
perekonomian masyarakat, yang sekaligus diharapkan dapat mendorong perubahan
sosial secara lebih mendasar.
Proses perubahan sosial tersebut
perlu dilakukan secara terencana, terkoordinasi, konsisten, dan berkelanjutan,
melalui â€Å“peran pemerintah bersama masyarakat? dengan memperhatikan kondisi
ekonomi, perubahan-perubahan sosio-politik, perkembangan sosial-budaya yang
ada, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perkembangan dunia internasional atau
globalisasi.
Peran Pemerintah Dalam Perencanaan
Pembangunan
Di dalam literatur-literatur ekonomi
pembangunan sering disebutkan bahwa ada tiga peran pemerintah yang utama yaitu:
(1) Sebagai pengalokasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara untuk
pembangunan; (2) Penciptaan stabilisasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan
moneter; serta (3) Sebagai pendistribusi sumber daya.
Penjabaran ketiga fungsi ini di
Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD 1945 Amandemen Keempat. Ayat (2) dan
ayat (3) menyebutkan bahwa negara menguasai bumi serta kekayaan alam yang dikandung
didalamnya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan bagi
hajat hidup orang banyak. Penguasaan ini dimaksudkan untuk dipergunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini mengamanatkan kepada Pemerintah
agar secara aktif dan langsung menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selanjutnya ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian diselenggarakan atas dasar
dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat ini juga
mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjaga dan mengarahkan agar sistem
perekonomian Indonesia berjalan dengan baik dan benar. Inilah yang dinamakan
peran pengaturan dari pemerintah. Inilah yang menjadi inti tugas lembaga
perencanaan dalam Pemerintah.
Pemerintah juga dapat melakukan
intervensi langsung melalui kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah,
yang mencakup kegiatan-kegiatan penyediaan barang dan layanan publik,
melaksanakan kegiatan atau prakarsa strategis, pemberdayaan yang tak berdaya
(empowering the powerless) atau keberpihakan.
Perencanaan Pembangunan Untuk
Mencapai Tujuan dan Cita-Cita Nasional
Sejak awal, para bangsa menyatakan
bahwa kemerdekaan Indonesia didorong oleh keinginan yang luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas. Mereka dengan sadar bercita-cita agar
pengelolaan pembangunan Indonesia dapat dilakukan sendiri oleh putra-putri
bangsa ini secara mandiri, merdeka, dan berdaulat. Kedaulatan dalam mengelola
pembangunan tentu berangkat dari keyakinan yang kuat bahwa kita dapat
melaksanakannya tanpa perlindungan dan pengawasan pihak asing.
Oleh karena itu, pembangunan
masyarakat untuk mencapai cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 haruslah diselenggarakan dengan seksama, efektif, efisien, dan
terpadu. Tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah untuk (1) Melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3)
Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dari
keempat tujuan ini, tiga di antaranya secara eksplisit menyatakan kualitas
kehidupan yaitu butir pertama, kedua, dan ketiga yaitu kehidupan masyarakat
yang terlindungi, sejahtera, dan cerdas. Sedangkan untuk distribusi dan
pemerataan kualitas hidup tersebut dirumuskan dalam sila Kelima Pancasila yaitu
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?. Intinya adalah
keterlindungan, kesejahteraan, dan kecerdasan masyarakat, haruslah
terdistribusi secara adil.
Apa yang Direncanakan
Ada dua arahan yang tercakup dalam
perencanaan. Pertama, arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk
mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan
ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran
langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas
dan berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik,
sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kedua, arahan bagi
pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan
masyarakat/pasar.
Kondisi Lingkungan Strategis
Indonesia
Pertama, secara geografis Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Sebagai negara kepulauan, kebijakan
pembangunan akan berbeda dengan kebijakan yang diterapkan di negara-negara
kontinen atau daratan, karena masing-masing pulau memiliki karakteristik
geografis tersendiri dan kekayaan alam yang berbeda-beda.
Di samping keragaman geografis dan
sumberdaya alam, masing-masing pulau didiami berbagai suku bangsa dan kelompok
etnis yang menyebabkan bangsa Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat
tinggi. Masing-masing kelompok etnis mulai mengenal pendidikan modern tidak
dalam waktu yang bersamaan. Hal ini mengakibatkan pengalaman intelektual
masing-masing etnis berbeda-beda dan menyebabkan kemampuan sumberdaya manusia
yang berbeda-beda pula.
Dengan memperhatikan negara
kepulauan, keragaman budaya, sosial, pendidikan, dan ekonomi yang sangat
tinggi; perubahan masyarakat; serta tuntutan keberlanjutan maka sistem
perencanaan pembangunan yang ada saat ini yang bersifat menyeluruh, terpadu,
sistematik, dan tanggap terhadap perubahan jaman.
Proses Perencanaan Politik dan
Teknokratik
Pada mulanya ahli-ahli teori
perencanaan publik menggunakan informasi preferensi (keinginan) semua penduduk
sebagai awal dari proses perencanaan pembangunan. Namun kini, karena kurang
praktis, maka preferensi penduduk tidak lagi dikumpulkan melalui penelitian,
tetapi diganti dengan proses politik.
Dalam public choice theory of
planning?, pemilihan umum dipandang sebagai market of plan? dimana para calon
Presiden/Wakil Presiden/Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah menawarkan
program-program pembangunan yang akan dilaksanakan bila kelak menang. Sebagai
contoh, bila dalam pemilu ada calon peserta yang menawarkan program pembangunan
jembatan, maka pemilih yang tinggal di desa sekitar jembatan merasa ada
insentif untuk memilihnya. Kalau menang, maka pembangunan jembatan yang
dijanjikan akan menjadi program Presiden/Wakil Presiden/Kepala Daerah tersebut
selama berkuasa. Sehingga bila program para calon sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pemilih, maka akan terjadi â€Å“kontrak politik? Inilah yang dinamakan
proses politik dalam perencanaan.
Proses lain dalam menghasilkan
rencana pembangunan adalah proses teknokratik. Untuk contoh dua desa di sisi
sungai di atas, kebutuhan akan jembatan juga bisa muncul ke permukaan melalui
pengamat profesional. Dengan data yang ada, pengamat profesional bisa sampai
pada kesimpulan bahwa jembatan tersebut memang diperlukan dan layak untuk di
bangun. Pengamat profesional adalah kelompok masyarakat yang terdidik yang
walau tidak mengalami sendiri, namun berbekal pengetahuan yang dimiliki dapat
menyimpulkan kebutuhan akan suatu barang yang tidak dapat disediakan pasar.
Pengamat ini bisa pejabat pemerintah, bisa non-pemerintah, atau dari perguruan
tinggi. Selanjutnya dari hasil pengamatan kebutuhan masyarakat, rencana
pembangunan dapat disusun. Agregat dari kebutuhan masyarakat yang ditemukan
oleh pengamat profesional menghasilkan perspektif akademis pembangunan. Inilah
yang dinamakan proses teknokratik dalam perencanaan.
Untuk mendapat suatu rencana yang
optimal maka maka rencana pembangunan hasil proses politik perlu digabung
dengan rencana pembangunan hasil proses teknokratik. Agar kedua proses ini
dapat berjalan selaras, masing-masing perlu dituntun oleh satu visi jangka
panjang. Agenda Presiden/Wakil Presiden/Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang
berkuasa yang dihasilkan dari proses politik perlu selaras dengan perspektif
pembangunan yang dihasilkan proses teknokratik menjadi â€Å“agenda pembangunan
nasional lima tahunan?. Selanjutnya agenda pembangunan jangka menengah ini
diterjemahkan ke dalam rencana kerja pemerintah (RKP) tahunan yang sekaligus
menjadi satu dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) sebelum
disetujui oleh DPR untuk ditetapkan menjadi UU.
Proses Perencanaan Partisipatif
Sebagai cerminan lebih lanjut dari
demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari good governance maka proses perencanaan
pembangunan juga melalui proses partisipatif. Pemikiran perencanaan
partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan
masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa
tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif, istilah
stakeholders? menjadi sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model
ini. Di lingkungan pemerintahan, penerapan model ini banyak menyangkut
proyek-proyek berskala luas dengan batasan yang tidak jelas (vague). Contohnya
adalah proyek-proyek lingkungan dan sosial. Perencanaan partisipatif berangkat
dari keyakinan bahwa keberhasilan program-program pembangunan ditentukan oleh
komitmen semua stakeholders, dan komitmen ini didapat dari sejauh mana mereka terlibat
dalam proses perencanaan program tersebut.
Dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional, perencanaan partisipatif diwujudkan melalui musyawarah perencanaan.
Dalam musyawarah ini, sebuah rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama
semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua
aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat,
rohaniwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasi-organisasi
non-pemerintah, dan lain-lain.
Proses Perencanaan Top-Down dan
Bottom-Up
Proses top-down versus bottom-up
lebih mencerminkan proses perencanaan di dalam pemerintahan yaitu dari
lembaga/departemen dan daerah ke pemerintah Pusat. Lembaga/departemen/daerah
menyusun rencana pembangunan sesuai dengan wewenang dan fungsinya. Proses
top-down dan bottom-up ini dilaksanakan dengan tujuan antara lain menyelaraskan
program-program untuk menjamin adanya sinergi/konvergensi dari semua kegiatan
pemerintah dan masyarakat. Penyelarasan rencana-rencana lembaga pemerintah
dilaksanakan melalui musywarah perencanaan yang dilaksanakan baik di tingkat
pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.
Dalam sistem perencanaan nasional,
pertemuan antara perencanaan yang bersifat top-down dan bottom-up diwadahi
dalam musyawarah perencanaan. Dimana perencanaan makro yang dirancang
pemerintah pusat disempurnakan dengan memperhatikan masukan dari semua
stakeholders dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan
lembaga-lembaga pemerintah menyusun rencana kerja.
Tahap-Tahap Dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Proses penyusunan rencana baik itu
jangka panjang, menengah, maupun tahunan dapat dibagi dalam empat tahap yaitu:
i. Penyusunan Rencana yang terdiri
dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penyiapan rancangan rencana
pembangunan oleh lembaga perencana dan bersifat rasional, ilmiah, menyeluruh,
dan terukur.
b. Penyiapan rancangan rencana kerja
oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan kewenangan
dengan mengacu pada rancangan pada butir (a).
c.Musyawarah perencanaan
pembangunan.
d. Penyusunan rancangan akhir
rencana pembangunan.
ii. Penetapan rencana
i. RPJP Nas dgn UU dan RPJP Daerah
dgn Perda
ii. RPJM dengan Peraturan
Presiden/Kepala Daerah
iii. RKP/RKPD dengan Peraturan
Presiden/Kepala Daerah
iv. Pengendalian Pelaksanaan Rencana
adalah wewenang dan tanggung-jawab pimpinan kementerian/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah.
v. Evaluasi Kinerja pelaksanaan
rencana pembangunan perioda sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
informasi tentang kapasitas lembaga pelaksana, kualitas rencana sebelumnya,
serta untuk memperkirakan kapasitas pencapaian kinerja di masa yang akan
datang.
Jenis-Jenis Dokumen Rencana
Pembangunan
Undang-Undang tentang sistem
perencanaan pembangunan nasional menetapkan adanya dokumen-dokumen perencanaan
yaitu dokumen perencanaan jangka panjang (20 tahun), dokumen perencanaan
pembangunan berjangka menengah (5 tahun), dan dokumen rencana pembangunan
tahunan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Rencana pembangunan jangka panjang
(RPJP) terdiri dari rencana pembangunan jangka panjang di tingkat nasional dan
di tingkat daerah. RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya
pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah
pembangunan Nasional. Sedangkan RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah
pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.
Rencana pembangunan jangka panjang
diwujudkan dalam visi dan misi jangka panjang dan mencerminkan cita-cita
kolektif yang akan dicapai oleh masyarakat beserta strategi untuk mencapainya.
Oleh karenanya, rencana pembangunan jangka panjang adalah produk dari semua
elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga tinggi negara,
organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik. Visi merupakan penjabaran
cita-cita kita berbangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
terciptanya masyarakat yang terlindungi, sejahtera dan cerdas serta
berkeadilan. Visi kemudian perlu dinyatakan secara tegas ke dalam misi, yaitu
upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut, yang dijabarkan ke dalam arah
kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) atau rencana lima tahunan terdiri atas rencana pembangunan jangka
menengah nasional (RPJMN) dan rencana pembangunan jangka menengah daerah atau
RPJMD. Rencana pembangunan jangka menengah sering disebut sebagai agenda
pembangunan karena menyatu dengan agenda Pemerintah yang berkuasa. Agenda
pembangunan lima tahunan memuat program-program, kebijakan, dan pengaturan yang
diperlukan yang masing-masing dilengkapi dengan ukuran outcome? atau hasil yang
akan dicapai. Selain itu, secara sektoral terdapat pula Rencana Strategis atau
Renstra di masing-masing kementerian/departemen atau lembaga pemerintahan
nondepartemen serta renstra pemerintahan daerah yang merupakan gambaran RPJM
berdasarkan sektor atau bidang pembangunan yang ditangani.
RPJM Nasional merupakan penjabaran
dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP
Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program
Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas
kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian
secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang
berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Sedangkan RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala
Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM
Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah,
kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja
Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja
dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Selanjutnya Renstra Kementerian dan
Lembaga memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun
dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Sedangkan Renstra
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas
dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah
dan bersifat indikatif.
Rencana Pembangunan Tahunan
Rencana pembangunan tahunan disebut
sebagai Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKP merupakan penjabaran dari RPJM
Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga,
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif. Sedangkan RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu
pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan
Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Kebijakan dalam sistem pembangunan
saat ini sudah tidak lagi berupa daftar usulan tapi sudah berupa rencana kerja
yang memperhatikan berbagai tahapan proses mulai dari input seperti modal,
tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemudian juga harus memperhatikan proses
dan hasil nyata yang akan diperoleh seperti keluaran, hasil dan dampak. Oleh
karena itu, perencanaan pembangunan harus dimulai dengan data dan informasi
tentang realitas sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di
masyarakat, ketersediaan sumber daya dan visi/arah pembangunan. Jadi
perencanaan lebih kepada bagaimana menyusun hubungan yang optimal antara input,
proses, output, outcomes dan dampak.
Kesimpulan
Reformasi seluruh sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara sejak tahun 1998 telah mendorong adanya
pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan
pembangunan nasional harus mengakomodasi kenyataan bahwa perencanaan
pembangunan harus melalui proses demokratis, terdesentralisasi, dan mematuhi
tata pemerintahan yang baik. Demikian pula proses perencanaan pembangunan harus
melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh
rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat
Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik
bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.
Sistem perencanaan pembangunan
nasional diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah mengakomodasi seluruh tuntutan
pembaharuan sebagai bagian dari gerakan reformasi. Perencanaan pembangunan
nasional harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi, sinkron, dan sinergis
baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun
antara pusat dan daerah.
Rencana pembangunan nasional dimulai
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Kemudian Rencana Pembangunan
Jangka Menegah (RPJM) yang berupa penjabaran visi dan misi presiden dan
berpedoman kepada RPJP Nasional.
Sedangkan untuk daerah, RPJM
Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah
(RPJMD). Di tingkat nasional proses perencanaan dilanjutkan dengan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional.
Sedangkan di daerah juga disusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang
merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu kepada RKP. Rencana tahunan
sebagai bagian dari proses penyusunan RKP juga disusun oleh masing-masing
kementerian dan lembaga dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kementerian atau
Lembaga, dan di daerah Renja-SKPD disusun sebagai rencana tahunan untuk SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Rencana kerja atau Renja ini disusun
dengan berpedoman kepada Renstra serta prioritas pembangunan yang dituangkan
dalam rancangan RKP, yang didasarkan kepada tugas dan fungsi masing-masing
instansi.
Proses penyusunan rencana
pembangunan secara demokratis dan partisipatoris dilakukan melalui forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat desa,
kecamatan, kabupaten atau kota, kemudian pada tingkat Provinsi. Hasil dari
Musrenbang Provinsi kemudian dibawa ke Musrenbang Nasional yang merupakan
sinkronisasi dari Program Kementerian dan Lembaga dan harmonisasi dekonsentrasi
dan tugas perbantuan. Musrenbang ini menghasilkan Rancangan Akhir RKP sebagai
pedoman penyusunan RAPBN.
4. PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Menurut Bintoro Tjokroaminoto,
perencanaan ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistimatis yang
akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan Perencanaan :
1. Standar pengawasan, yaitu
mencocokan pelaksanaan dengan perencanaan
2. Mengetahui kapan
pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan
3. Mengetahaui struktur
organisasinya
4. Mendapatkan kegiatan yang
sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan
5. Memimalkan
kegiatan-kegiatan yang tidak produktif
6. Memberikan gambaran yang
menyeluruh mengenai kegiatan pekerjaan
7. Menyerasikan dan memadukan
beberapa subkegiatan
8. Mendeteksi hambatan kesulitan
yang bakal ditemui
9. Mengarahkan pada pencapaian
tujuan
10. Menghemat biaya, tenaga dan
waktu
Manfaat Perencanaan
Adapun manfaat dari perencanaan
yaitu Manfaat Perencanaan :
1. Standar pelaksanaan dan
pengawasan
2. Pemilihan sebagai alternatif
terbaik
3. Penyusunan skala prioritas, baik
sasaran maupun kegiatan
4. Menghemat pemanfaatan sumber daya
organisasi
5. Membantu manajer menyesuaikan
diri dengan perubahan lingkungan
6. Alat memudahakan dalam
berkoordinasi dengan pihak terkait
7. Alat meminimalkan pekerjaan yang
tidak pasti
Dokumen perencanaan
1. Di
dalam sistem ini terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menjabarkan
rencana pembangunan, yaitu:
2. Rencana
Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RPJP, adalah dokumen
perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun. RPJP nasional diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007.
3. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen
perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun.
4. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, disebut juga Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen perencanaan kementerian/lembaga
untuk periode 5 (lima) tahun.
5. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, disebut juga
Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk
periode 5 (lima) tahun.
6. Rencana
Pembangunan Tahunan Nasional, disebut juga Rencana Kerja Pemerintah (RKP),
adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun.
7. Rencana
Pembangunan Tahunan Daerah, disebut juga Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
8. Rencana
Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, disebut juga Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga
untuk periode 1 (satu) tahun.
9. Rencana
Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, disebut juga Rencana Kerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan satuan
kerja perangkat daerah untuk periode 1 (satu) tahun.